Model-model Pengembangan Madrasah Bertaraf Internasional

Selasa, 17 Juli 20120 komentar

PENDAHULUAN
Dampak globalisasi terasa di berbagai medan kehidupan, tidak terkecuali bidang pendidikan. Kondisi kehidupan yang selama ini dibatasi oleh sekat-sekat Negara yang begitu ketat, lambat laun menjadi longgar disebabkan oleh keterbukaan Negara-negara yang ingin berkembang dan melakukan kerjasama di berbagai bidang, termasuk di dalamnya adalah bidang pendidikan. Hubungan internasional yang terbuka mendorong setiap Negara berlomba dalam mengembangkan sumber daya manusia terutama lewat jalur pendidikan.
Perkembangan teknologi informasi berdampak pada kecepatan dan kemudahan mengakses informasi sebagai bahan acuan pengembangan materi-materi kependidikan. Keadaan ini memacu pertumbuhan dan perkembangan keilmuan dan pengetahuan. Keinginan Negara-negara berkembang untuk menjadi Negara maju semakin membangkitkan motivasi berkembang dan bekerjasama menuju perbaikan di segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Di samping menumbuhkan sikap koperatif, hubungan transinternasional juga bersifat kompetitif.
Daya saing menjadi aspek yang tidak terelakkan dalam pergaulan dunia internasional. Peningkatan kompetensi peserta didik-agar dapat bersaing dengan anak-anak dari benua lain-menjadi syarat utama mencapai harkat martabat mulia di depan bangsa-bangsa lain. Bila bertolak dari peringkat Negara Indonesia dalam Human Development Index (HDI), maka Indonesia selayaknya masih bersikap prihatin karena berada di bawah Negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Singapura.[1]
            Pengembangan sumber daya manusia sebagai pelaku utama dunia persaingan dilakukan secara serius oleh pemerintah, salah satunya melalui usaha peningkatan mutu pendidikan. Langkah konkrit itu terwujud dengan ditingkatkannya Sekolah Standar Nasional (SSN) menjadi Rintisan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (RS/MBI) dan/atau Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI). Pengembangan institusi pendidikan bertaraf internasional mulai dicanangkan pada tahun 2006. Dalam praktik operasionalnya, memunculkan berbagai persoalan yang tidak bisa dianggap remeh dan berpengaruh pada pola serta corak kehidupan sosial. Namun, sebagai proses usaha perbaikan mutu pendidikan, sekolah/madrasah tidak bisa menghindar dari pergaulan ataupun kominikasi-interaksi sosial berskala internasional. Kelemahan dan kekurangan pengelolaan S/MBI menjadi bahan evaluasi tersendiri guna perbaikan mutu pendidikan di Indonesia.
 
LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menum-buhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya.[2]
Secara yuridis, penyelenggaran Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional didasarkan pada Undang-undang nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3: “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.” Landasan lainnya adalah Peraturan Pemerintah nomor 19/2005 tentang Stnadar Nasional Pendidikan pasal 61 ayat 1: “Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.” Landasan yuridis ini dipertegas lagi dengan Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009 yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional.[3]
Salah satu ciri yang dikembangkan atau kelihatannya menjadi trade marketnya Sekolah Bertaraf Internasional adalah punya sekolah saudara (sister school) di negara lain.[4] Tuntutan ini menjadi sebuah kebutuhan untuk memfasilitasi peserta didik mengenal dan berinterkasi dengan saudara-saudaranya di Negara-negara lain. Secara sosiologis, keberadaan sister school berfungsi sebagai wahana introduksi antarbudaya, tradisi, bahasa, dan lainnya. Hal ini lebih mempertegas bahwa dunia semakin ke depan menuju pada satu kesatuan yang tidak terpisah-pisahkan oleh sekat-sekat Negara. Rasa persaudaraan antarpeserta didik dari berbagai bangsa senantiasa terpupuk dan berkembang melalui wahana sister school.
Hubungan sosial berskala luas sampai pada tataran internasional memberi peluang kepada peserta didik bersikap inklusif dan berperilaku positif terhadap sekian banyak perbedaan yang mereka temui. Pengalaman sosial internasional mengantarkan mereka pada situasi open minded dan secara otomatis merangsang kemampuan berkomunikasi dengan berbagai bahasa di dunia. Wawasan dan cakrawala pengetahuan luas dapat diperoleh melalui proses pendidikan pada taraf-taraf tertentu (internasional), dan membangkitkan rasa saling menghargai satu sama lain menuju tatanan kehidupan sosial yang harmonis.    
            Cita-cita besar untuk membangun peradaban besar antarbangsa dapat dimulai dari dunia pendidikan yang terbuka, inklusif, dan bertaraf internasional. Hubungan pelajar tidak boleh dibatasi oleh sekat teroterial wilayah kedaerahan dan kenegaraannya, tetapi dibuka selebar-lebarnya untuk bergaul dengan berbagai kondisi yang dimiliki oleh anak bangsa lain.

MODEL PENGEMBANGAN MADRASAH BERTARAF INTERNASIONAL
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dapat diselenggarakan dengan menggunakan model-model penyelenggaraan yang dianggap paling sesuai atau cocok dengan kebutuhan, kekhasan, keunikan, dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap Sekolah/Madrasah, baik untuk penyelenggaraan Sekolah/Madrasah yang baru maupun pengembangan Sekolah/Madrasah yang sudah ada sebelumnya. Model-model penyelenggaraan tersebut adalah sebagaimana diuraikan berikut ini.[5]
a. Model “Terpadu–Satu Sistem atau Satu Atap–Satu Sistem”
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model “Terpadu atau Satu Atap – Satu Sistem” yaitu penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di dalam satu lokasi dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang sama. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model ini dapat dipimpin oleh seorang direktur/manajer yang mengkoordinasikan tiga kepala Sekolah/Madrasah yang memimpin setiap satuan pendidikan dasar dan menengah.
Dengan model ini, pihak penyelenggara pendidikan memiliki efektivitas dan efisiensi yang cukup tinggi karena hampir bisa dipastikan, bahwa proses pendidikan dilakukan di satu lokasi yang terpadu. Pengawasan dan kontrol proses pendidikan mudah dilakukan. Koordinasi setiap saat dapat dilaksanakan melalui proses manajerial yang dikelola oleh direktur/manajer. Sewaktu-waktu bila ingin diadakan koordinasi dengan mudah akan dapat dilaksanakan, secara otomatis sisi pengeluaran biaya dapat dilakukan penghematan.

b. Model “Terpisah–Satu Sistem atau Tidak Satu Atap–Satu Sistem”
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model “Terpisah atau Tidak Satu Atap – Satu Sistem” yaitu penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di dalam lokasi yang berbeda atau terpisah dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang sama. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model ini dapat dipimpin oleh seorang direktur/manajer yang mengkoordinasikan tiga kepala Sekolah/Madrasah yang memimpin setiap satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada pada lokasi berbeda.
Pada model semacam ini memiliki tingkat kesulitan dalam hal koordinasi, pengawasan, dan pengendalian karena letak sekolah/madrasah di berbagai lokasi yang berbeda. Dengan demikian, proses manajerial membutuhkan waktu dan materi  lebih banyak daripada model pertama. Walaupun sistem yang dikembangkan sama, namun praktik pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan memerlukan waktu dan biaya ekstra, apalagi lokasi dari berbagai jenjang satuan pendidikan relatif jauh.

c. Model “Terpisah–Beda Sistem atau Tidak Satu Atap–Beda Sistem”
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model “Terpisah–Beda Sistem” yaitu penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lokasi yang berbeda (terpisah) dengan sistem pengelolaan pendidikan yang berbeda. Penyelenggaraan model ini disarankan hanya pada fase rintisan penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang dalam kurun waktu tertentu harus ditingkatkan secara bertahap ke model penyelenggaraan satu atap dengan satu sistem atau model penyelenggaraan tidak satu atap dengan satu sistem.
Tingkat kesulitan lebih tinggi dalam praktik manajerial Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijumpai pada model ketiga. Maka dari itu, penyelenggaraan model ini hanya diperuntukkan bagi S/MBI dalam fase rintisan, lambat laun pihak penyelenggara berusaha dan mengupayakan pengembangan S/MBI dengan model pertama atau setidaknya pada model kedua. Pada akhirnya tingkat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan manajerial lebih mungkin dapat dicapai.

 d. Model “Entry–Exit
Sekolah/Madrasah Bertaraf  Internasional yang diselenggarakan dengan model “Entry–Exit” yaitu penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan cara mengelola kelas-kelas reguler dan kelas-kelas bertaraf internasional. Peserta didik pada kelas-kelas bertaraf internasional yang oleh karena berbagai alasan tertentu tidak bisa melanjutkan di kelas bertaraf internasional bisa pindah ke kelas-kelas reguler. Begitu pula sebaliknya peserta didik pada kelas-kelas reguler bisa pindah ke kelas-kelas bertaraf internasional, jika dipandang memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk masuk ke kelas-kelas bertaraf internasional.
            Praktisnya, model pengembangan Entry-Exit difokuskan pada tingkat kompetensi peserta didik. Assesmen dan evaluasi kemampuan peserta didik secara berkala dilakukan untuk mengetahui kompetensi mereka dan memerlukan proses manajerial maupun koordinasi yang tidak mudah. Keseriusan pihak penyelenggaran dan ketegasannya menjadi modal penting menjalankan proses pendidikan bertaraf internasional dengan model entry-exit.

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pengembangan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing bangsa Indonesia di forum internasional. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan “Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)[6] dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional”. Pada prinsipnya, Sekolah/Madrasah Bertaraf  Internasional harus bisa memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.[7]
Mutu setiap Sekolah/Madrasah Bertaraf  Internasional dijamin dengan keberhasilan memperoleh akreditasi yang sangat baik. Akreditasi menentukan kelayakan program pendidikan dan/atau satuan pendidikan itu sendiri. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu perolehan sertifikat akreditasi minimal “predikat A” dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Dengan memperoleh “predikat A” pada setiap periode akreditasi berarti bahwa Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional setiap saat selalu menunjukkan keunggulan kinerja yang sangat baik dan sekaligus merupakan pengakuan terhadap kemampuan Sekolah/Madrasah untuk menjamin mutu pendidikan secara optimal. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu hasil akreditasi yang baik dari salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Oleh karenanya penting untuk dilakukan studi tentang pengembangan model akreditasi sekolah untuk sekolah bertaraf internasional.
            Perbedaan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dengan sekolah/madrasah reguler dapat dilihat dalam tabel[8] berikut:
No.

Standar Mutu
Indikator
Kunci Minimal
Indikator
Kinerja Kunci Tambahan
1
Akreditasi
Berakreditasi Minimal A dari BAN Sekolah
Berakreditasi tambahan dari BAS salah satu Negara
anggota OECD atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
2
Kurikulum
Menerapkan KTSP dan SKS

Memenuhi Standar Isi


Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan
Sistem Administrasi Akademik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing
Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu neggaran OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
Menerapkan standar kelulusan dari sekolah yang lebih
tinggi dari standar kompetensi lulusan
3
Proses Pembelajaran
Memenuhi standar proses
Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak
mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurial, jiwa patriot, dan jiwa inovator
Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah
unggul dari Negara anggota OECD dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua
matapelajaran
Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika dan inti kejuuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara
pembelajaran matapelajaran lainnya, kecuali bahasa asing, menggunakan bahasa Indonesia
Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD baru dapat dimulai pada kelas IV
4
Penilaian
Memenuhi standar penilaian
Diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari
Negara angggota OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
5
Pendidik
Memenuhi Standar Pendidik
Guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK
Guru mata pelajaran kelompk sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pelejaran berbahasa Inggris
Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan
tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD
Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan
tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP
Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan
tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK
6
Tenaga Kependidikan
Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan
Kepala sekolah berpendidikan minimal S2
dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah memenuhi pelatihan Kepala Sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah
Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris Aktif
Kepala sekolah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entreprenerural yang kuat
7
Sarana dan prasarana
Memenuhi Standar Sarana dan Prasarana
Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis IT
Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran erbasis TIK di seluruh dunia
Dilengkapi dengan ruang multimedia, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya
8
Pengelolaan
Memenuhi standar pengelolaan
Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya
dan ISO 14000
Merupakan sekolah mulitikultural
Menjalin hubungan “sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri
Bebas narkoba dan rokok

Bebas kekerasan (bullying)

Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala
aspek pengelolaan sekolah
Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga
9
Pembiayaan
Memenuhi Standar pembiayaan
Menerapkan model pembiayaan yang efisien
untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan
 
Dalam tataran ideal, S/MBI dapat menjadi sarana penghantar peserta didik pada pencapaian kompetensi excellence dan bisa mengimbangi bahkan mengungguli kemampuan-kemampuan generasi dari bangsa/Negara lain. Istilah S/MBI berkonotasi pada kesetaraan proses pendidikan yang dilakukan di dalamnya dengan pendidikan di Negara-negara lain yang sudah maju. Namun realitas ini bisakah dibuktikan di lapangan atau tidak? Mungkin sebagian di antara para praktisi pendidikan dan masyarakat pada umumnya masih skeptis, sebab tidak semua S/MBI memiliki kualitas/mutu pendidikan yang setara dengan pendidikan di luar negeri. Hal ini wajar, apalagi untuk mengembangkan S/MBI memerlukan mitra sekolah di luar negeri dan persyaratan ini pasti membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
             Idealisme peningkatan kualitas/mutu pendidikan melalui S/MBI tetap perlu dijaga bila bangsa Indonesia ingin bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Hanya, jika meneropong kondisi pendidikan secara umum, wajah penuh keprihatinan dan kegalauan lebih menonjol ketimbang wajah keceriaan. Betapa tidak? Di satu sisi sebagian sekolah/madrasah berlomba menggapai indikator kinerja kunci tambahan untuk mendapat status sekolah/madrasah bertaraf internasional, sisi lain masih banyak kondisi lembaga pendidikan yang berjuang agar gedung-gedung tempat mencari ilmu tetap berdiri kokoh, menutup lobang/genting yang bocor, mencari donatur penyokong dana untuk menggaji guru, dan persoalan-persoalan klasik lainnya. Ironis bila kondisi pendidikan disuguhkan secara paradok, di saat sekolah/madrasah mencoba bersaing dengan lembaga pendidikan di luar negeri, ternyata tidak sedikit sekolah/madrasah di dalam negeri dalam kondisi memprihatinkan.
            Beberapa bulan terakhir ini, proyek S/MBI menjadi pusat perhatian kalangan pemerhati dan praktisi pendidikan di tanah air. Tidak terkecuali manta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Soeharto (Daud Yusuf) melakukan uji materi regulasi tentang pelaksanaan S/MBI. Salah sorotan yang menjadi poin keberatan beliau adalah S/MBI bermetamorfosis sebagai lembaga pengeruk keuntungan belaka, dan memicu serta mempertegas strata sosial. Padahal prestasi yang diberikan oleh S/MBI belum membanggakan bangsa dan Negara.

PENUTUP
            Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan bentuk usaha pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas/mutu pendidikan di Indonesia. Namun, dalam praktik pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan, apalagi S/MBI dikonotasikan setara dengan lembaga-lembaga pendidikan bermutu di Negara-negara OECD (Organization for Economic and Co-operation and Development). Apapun yang terjadi, program S/MBI tetap perlu dijaga dan ditingkatkan kualitas/mutu di segala aspek yang melingkupinya.
            Pengembangan S/MBI dapat dilakukan dengan menerapkan empat model, yakni: a) terpadu, satu atap-satu sistem, b) terpisah, tidak satu atap-satu sistem, c) terpisah, tidak satua atap-beda sistem, dan d) entry-exit. Pelaksanaan S/MBI didasari oleh landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis.
  
DAFTAR PUSTAKA
Bisri, Mohammad, Potret Madrasah Bertaraf Internasional Di Pekalongan, diakses dari http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=136503744536 pada tanggal 10-4-2012


Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (Sebuah Analisis Kritis), diakses dari images.derizzain.multiply.multiplycontent.com, pada tanggal 10-4-2012
Model Pengembangan Kompetensi Bagi Sekolah Bertaraf Internasional, diakses dari http://www.iyoiye.com/forum/viewtopic.php?f=13&t=1235 pada tanggal 10-4-2012
Penyelenggaraan RSBI, diakses dari http://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/26/penyelenggaraan-rsbi/ pada tanggal 10-4-2012
Sa’ud, S.Udin dan Hartini, Nani, Analisis Kebutuhan Akreditasi Untuk SBI Studi Kasus Di SMA RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) Se Provinsi Jawa Barat, diakses dari www.scribd.com/doc/53241672/Artikel-Stranas-2009 pada 10-4-2012

Triwiyanto, Teguh & Sobri, Yusuf Ahmad, (2010). Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
 

[1] Mengutip laporan UNDP, pada 1999 tingkat HDI Indonesia berada pada posisi 105, pada 2000 menurun ke peringkat 109, pada 2002 turun lagi ke peringkat 110, pada 2003 menjadi posisi 112. Pada 2006 posisi Indonesia di 109 dari 172 negara, dan tahun 2008 menempati posisi 111 dari 182 negara. Salah satu faktor penting yang diukur dalam HDI adalah APM (Angka Partisipasi Murni) dan APK (Angka Partisipasi Kasar). Triwiyanto & Sobri, “Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional”, hal. 42
[2] Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (Sebuah Analisis Kritis), (images.derizzain.multiply.multiplycontent.com)

[3] Triwiyanto & Sobri, “Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional”, hal. 23-24
[4]Sister School ala Indonesia” diakses dari http://www.vilila.com/2010/08/sister-school-ala-indonesia.html
[6] Negara anggota OECD tersebut adalah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore dan Hong Kong. (http://www.vilila.com/2010/04/indikator-mutu-sekolah-berstandar.html)
[7] Udin S. Sa’ud dan Nani Hartini, “Analisis Kebutuhan Akreditasi Untuk SBI Studi Kasus Di SMA RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) Se Provinsi Jawa Barat”, diakses dari www.scribd.com/doc/53241672/Artikel-Stranas-2009

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. halaawah el 'ilm - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger