PENDAHULUAN
Dampak globalisasi
terasa di berbagai medan kehidupan, tidak terkecuali bidang pendidikan. Kondisi
kehidupan yang selama ini dibatasi oleh sekat-sekat Negara yang begitu ketat,
lambat laun menjadi longgar disebabkan oleh keterbukaan Negara-negara yang
ingin berkembang dan melakukan kerjasama di berbagai bidang, termasuk di
dalamnya adalah bidang pendidikan. Hubungan internasional yang terbuka
mendorong setiap Negara berlomba dalam mengembangkan sumber daya manusia
terutama lewat jalur pendidikan.
Perkembangan teknologi
informasi berdampak pada kecepatan dan kemudahan mengakses informasi sebagai
bahan acuan pengembangan materi-materi kependidikan. Keadaan ini memacu
pertumbuhan dan perkembangan keilmuan dan pengetahuan. Keinginan Negara-negara
berkembang untuk menjadi Negara maju semakin membangkitkan motivasi berkembang
dan bekerjasama menuju perbaikan di segala aspek kehidupan, termasuk
pendidikan. Di samping menumbuhkan sikap koperatif, hubungan transinternasional
juga bersifat kompetitif.
Daya saing menjadi
aspek yang tidak terelakkan dalam pergaulan dunia internasional. Peningkatan
kompetensi peserta didik-agar dapat bersaing dengan anak-anak dari benua lain-menjadi
syarat utama mencapai harkat martabat mulia di depan bangsa-bangsa lain. Bila
bertolak dari peringkat Negara Indonesia dalam Human Development Index
(HDI), maka Indonesia selayaknya masih bersikap prihatin karena berada di
bawah Negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand,
Brunei Darussalam, dan Singapura.[1]
Pengembangan
sumber daya manusia sebagai pelaku utama dunia persaingan dilakukan secara serius
oleh pemerintah, salah satunya melalui usaha peningkatan mutu pendidikan.
Langkah konkrit itu terwujud dengan ditingkatkannya Sekolah Standar Nasional
(SSN) menjadi Rintisan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (RS/MBI) dan/atau
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (S/MBI). Pengembangan institusi
pendidikan bertaraf internasional mulai dicanangkan pada tahun 2006. Dalam
praktik operasionalnya, memunculkan berbagai persoalan yang tidak bisa dianggap
remeh dan berpengaruh pada pola serta corak kehidupan sosial. Namun, sebagai
proses usaha perbaikan mutu pendidikan, sekolah/madrasah tidak bisa menghindar
dari pergaulan ataupun kominikasi-interaksi sosial berskala internasional.
Kelemahan dan kekurangan pengelolaan S/MBI menjadi bahan evaluasi tersendiri
guna perbaikan mutu pendidikan di Indonesia.
LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN
SOSIOLOGIS
Penyelenggaraan SBI
didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme).
Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan
dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas
yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan,
kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menum-buhkan dan mengembangkan bakat,
minat, dan kemampuan peserta didik. Filosofi eksistensialisme
berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi
perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua
potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan
Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme
menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik
kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub
sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang
mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi
tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do,
learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga
bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia,
mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana,
hingga sampai penilainya.[2]
Secara yuridis,
penyelenggaran Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional didasarkan pada
Undang-undang nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3:
“Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu
satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan yang bertaraf internasional.” Landasan lainnya adalah
Peraturan Pemerintah nomor 19/2005 tentang Stnadar Nasional Pendidikan pasal 61
ayat 1: “Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.”
Landasan yuridis ini dipertegas lagi dengan Rencana Strategis Departemen Pendidikan
Nasional tahun 2005-2009 yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing
bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat
kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dan
pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA,
dan SMK yang bertaraf internasional.[3]
Salah satu ciri yang
dikembangkan atau kelihatannya menjadi trade marketnya Sekolah Bertaraf
Internasional adalah punya sekolah saudara (sister school) di negara
lain.[4]
Tuntutan ini menjadi sebuah kebutuhan untuk memfasilitasi peserta didik
mengenal dan berinterkasi dengan saudara-saudaranya di Negara-negara lain.
Secara sosiologis, keberadaan sister school berfungsi sebagai wahana
introduksi antarbudaya, tradisi, bahasa, dan lainnya. Hal ini lebih mempertegas
bahwa dunia semakin ke depan menuju pada satu kesatuan yang tidak
terpisah-pisahkan oleh sekat-sekat Negara. Rasa persaudaraan antarpeserta didik
dari berbagai bangsa senantiasa terpupuk dan berkembang melalui wahana sister
school.
Hubungan sosial
berskala luas sampai pada tataran internasional memberi peluang kepada peserta
didik bersikap inklusif dan berperilaku positif terhadap sekian banyak
perbedaan yang mereka temui. Pengalaman sosial internasional mengantarkan
mereka pada situasi open minded dan secara otomatis merangsang kemampuan
berkomunikasi dengan berbagai bahasa di dunia. Wawasan dan cakrawala
pengetahuan luas dapat diperoleh melalui proses pendidikan pada taraf-taraf
tertentu (internasional), dan membangkitkan rasa saling menghargai satu sama
lain menuju tatanan kehidupan sosial yang harmonis.
Cita-cita
besar untuk membangun peradaban besar antarbangsa dapat dimulai dari dunia
pendidikan yang terbuka, inklusif, dan bertaraf internasional. Hubungan pelajar
tidak boleh dibatasi oleh sekat teroterial wilayah kedaerahan dan
kenegaraannya, tetapi dibuka selebar-lebarnya untuk bergaul dengan berbagai
kondisi yang dimiliki oleh anak bangsa lain.
MODEL PENGEMBANGAN MADRASAH BERTARAF
INTERNASIONAL
Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional dapat diselenggarakan dengan menggunakan model-model
penyelenggaraan yang dianggap paling sesuai atau cocok dengan kebutuhan,
kekhasan, keunikan, dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap Sekolah/Madrasah,
baik untuk penyelenggaraan Sekolah/Madrasah yang baru maupun pengembangan
Sekolah/Madrasah yang sudah ada sebelumnya. Model-model penyelenggaraan
tersebut adalah sebagaimana diuraikan berikut ini.[5]
a. Model “Terpadu–Satu
Sistem atau Satu Atap–Satu Sistem”
Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional yang diselenggarakan dengan model “Terpadu atau Satu Atap – Satu
Sistem” yaitu penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah di dalam satu lokasi dengan menggunakan
sistem pengelolaan pendidikan yang sama. Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional yang diselenggarakan dengan model ini dapat dipimpin oleh seorang
direktur/manajer yang mengkoordinasikan tiga kepala Sekolah/Madrasah yang
memimpin setiap satuan pendidikan dasar dan menengah.
Dengan model ini, pihak
penyelenggara pendidikan memiliki efektivitas dan efisiensi yang cukup tinggi
karena hampir bisa dipastikan, bahwa proses pendidikan dilakukan di satu lokasi
yang terpadu. Pengawasan dan kontrol proses pendidikan mudah dilakukan. Koordinasi
setiap saat dapat dilaksanakan melalui proses manajerial yang dikelola oleh
direktur/manajer. Sewaktu-waktu bila ingin diadakan koordinasi dengan mudah
akan dapat dilaksanakan, secara otomatis sisi pengeluaran biaya dapat dilakukan
penghematan.
b. Model “Terpisah–Satu
Sistem atau Tidak Satu Atap–Satu Sistem”
Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model “Terpisah atau Tidak
Satu Atap – Satu Sistem” yaitu penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf
Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di dalam lokasi yang
berbeda atau terpisah dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang
sama. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model
ini dapat dipimpin oleh seorang direktur/manajer yang mengkoordinasikan tiga
kepala Sekolah/Madrasah yang memimpin setiap satuan pendidikan dasar dan
menengah yang berada pada lokasi berbeda.
Pada model semacam ini
memiliki tingkat kesulitan dalam hal koordinasi, pengawasan, dan pengendalian
karena letak sekolah/madrasah di berbagai lokasi yang berbeda. Dengan demikian,
proses manajerial membutuhkan waktu dan materi lebih banyak daripada model pertama. Walaupun
sistem yang dikembangkan sama, namun praktik pelaksanaan pengembangan dan
pengelolaan memerlukan waktu dan biaya ekstra, apalagi lokasi dari berbagai
jenjang satuan pendidikan relatif jauh.
c. Model
“Terpisah–Beda Sistem atau Tidak Satu Atap–Beda Sistem”
Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional yang diselenggarakan dengan model “Terpisah–Beda Sistem”
yaitu penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah di lokasi yang berbeda (terpisah) dengan sistem
pengelolaan pendidikan yang berbeda. Penyelenggaraan model ini disarankan hanya
pada fase rintisan penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional yang
dalam kurun waktu tertentu harus ditingkatkan secara bertahap ke model
penyelenggaraan satu atap dengan satu sistem atau model penyelenggaraan tidak
satu atap dengan satu sistem.
Tingkat kesulitan lebih
tinggi dalam praktik manajerial Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijumpai
pada model ketiga. Maka dari itu, penyelenggaraan model ini hanya diperuntukkan
bagi S/MBI dalam fase rintisan, lambat laun pihak penyelenggara berusaha dan
mengupayakan pengembangan S/MBI dengan model pertama atau setidaknya pada model
kedua. Pada akhirnya tingkat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan manajerial
lebih mungkin dapat dicapai.
d. Model “Entry–Exit”
Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional yang diselenggarakan
dengan model “Entry–Exit” yaitu penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah
Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan cara
mengelola kelas-kelas reguler dan kelas-kelas bertaraf internasional. Peserta
didik pada kelas-kelas bertaraf internasional yang oleh karena berbagai alasan
tertentu tidak bisa melanjutkan di kelas bertaraf internasional bisa pindah ke
kelas-kelas reguler. Begitu pula sebaliknya peserta didik pada kelas-kelas
reguler bisa pindah ke kelas-kelas bertaraf internasional, jika dipandang
memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk masuk ke kelas-kelas bertaraf
internasional.
Praktisnya,
model pengembangan Entry-Exit difokuskan pada tingkat kompetensi peserta
didik. Assesmen dan evaluasi kemampuan peserta didik secara berkala dilakukan
untuk mengetahui kompetensi mereka dan memerlukan proses manajerial maupun
koordinasi yang tidak mudah. Keseriusan pihak penyelenggaran dan ketegasannya
menjadi modal penting menjalankan proses pendidikan bertaraf internasional
dengan model entry-exit.
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pengembangan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing bangsa Indonesia di
forum internasional. Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan “Sekolah/Madrasah yang sudah
memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada
standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD)[6]
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional”. Pada
prinsipnya, Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional harus bisa memberikan
jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional
Pendidikan.[7]
Mutu setiap Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan
memperoleh akreditasi yang sangat baik. Akreditasi menentukan kelayakan program
pendidikan dan/atau satuan pendidikan itu sendiri. Keberhasilan tersebut
ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu perolehan
sertifikat akreditasi minimal “predikat A” dari Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Dengan memperoleh “predikat A” pada setiap periode akreditasi
berarti bahwa Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional setiap saat selalu menunjukkan
keunggulan kinerja yang sangat baik dan sekaligus merupakan pengakuan terhadap
kemampuan Sekolah/Madrasah untuk menjamin mutu pendidikan secara optimal.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator
kinerja kunci tambahan, yaitu hasil akreditasi yang baik dari salah satu negara
anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan. Oleh karenanya penting untuk dilakukan studi tentang pengembangan
model akreditasi sekolah untuk sekolah bertaraf internasional.
Perbedaan
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional dengan sekolah/madrasah reguler dapat
dilihat dalam tabel[8] berikut:
No.
|
Standar
Mutu
|
Indikator
Kunci Minimal |
Indikator
Kinerja Kunci Tambahan |
1
|
Akreditasi
|
Berakreditasi
Minimal A dari BAN Sekolah
|
Berakreditasi
tambahan dari BAS salah satu Negara
anggota OECD atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan |
2
|
Kurikulum
|
Menerapkan
KTSP dan SKS
Memenuhi Standar Isi Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan |
Sistem
Administrasi Akademik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di
mana setiap siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing
Muatan
mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada
sekolah unggul dari salah satu neggaran OECD dan/atau Negara maju lainnya
yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
Menerapkan
standar kelulusan dari sekolah yang lebih
tinggi dari standar kompetensi lulusan |
3
|
Proses
Pembelajaran
|
Memenuhi
standar proses
|
Proses
pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah lainnya
dalam pengembangan akhlak
mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurial, jiwa patriot, dan jiwa inovator
Diperkaya
dengan model proses pembelajaran sekolah
unggul dari Negara anggota OECD dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan
Menerapkan
pembelajaran berbasis TIK pada semua
matapelajaran
Pembelajaran
mata pelajaran kelompok sains, matematika dan inti kejuuruan menggunakan
bahasa Inggris, sementara
pembelajaran matapelajaran lainnya, kecuali bahasa asing, menggunakan bahasa Indonesia
Pembelajaran
dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika
untuk SD baru dapat dimulai pada kelas IV
|
4
|
Penilaian
|
Memenuhi
standar penilaian
|
Diperkaya
dengan model penilaian sekolah unggul dari
Negara angggota OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan dalam bidang pendidikan |
5
|
Pendidik
|
Memenuhi
Standar Pendidik
|
Guru
mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK
Guru
mata pelajaran kelompk sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu
pelejaran berbahasa Inggris
Minimal
10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan
tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD
Minimal
20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan
tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP
Minimal
30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan
tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK |
6
|
Tenaga
Kependidikan
|
Memenuhi
Standar Tenaga Kependidikan
|
Kepala
sekolah berpendidikan minimal S2
dari Perguruan Tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah memenuhi pelatihan Kepala Sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah
Kepala
sekolah mampu berbahasa Inggris Aktif
Kepala
sekolah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional,
memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entreprenerural
yang kuat
|
7
|
Sarana
dan prasarana
|
Memenuhi
Standar Sarana dan Prasarana
|
Setiap
ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis IT
Perpustakaan
dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran
erbasis TIK di seluruh dunia
Dilengkapi
dengan ruang multimedia, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik,
dan lain sebagainya
|
8
|
Pengelolaan
|
Memenuhi
standar pengelolaan
|
Meraih
sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya
dan ISO 14000
Merupakan
sekolah mulitikultural
Menjalin hubungan “sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri
Bebas
narkoba dan rokok
Bebas kekerasan (bullying) Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah
Meraih
medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika,
teknologi, seni dan olahraga
|
9
|
Pembiayaan
|
Memenuhi
Standar pembiayaan
|
Menerapkan
model pembiayaan yang efisien
untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan |
Dalam tataran ideal, S/MBI dapat menjadi
sarana penghantar peserta didik pada pencapaian kompetensi excellence dan
bisa mengimbangi bahkan mengungguli kemampuan-kemampuan generasi dari
bangsa/Negara lain. Istilah S/MBI berkonotasi pada kesetaraan proses pendidikan
yang dilakukan di dalamnya dengan pendidikan di Negara-negara lain yang sudah
maju. Namun realitas ini bisakah dibuktikan di lapangan atau tidak? Mungkin
sebagian di antara para praktisi pendidikan dan masyarakat pada umumnya masih
skeptis, sebab tidak semua S/MBI memiliki kualitas/mutu pendidikan yang setara
dengan pendidikan di luar negeri. Hal ini wajar, apalagi untuk mengembangkan
S/MBI memerlukan mitra sekolah di luar negeri dan persyaratan ini pasti
membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
Idealisme peningkatan kualitas/mutu
pendidikan melalui S/MBI tetap perlu dijaga bila bangsa Indonesia ingin
bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Hanya, jika meneropong kondisi pendidikan
secara umum, wajah penuh keprihatinan dan kegalauan lebih menonjol ketimbang
wajah keceriaan. Betapa tidak? Di satu sisi sebagian sekolah/madrasah berlomba
menggapai indikator kinerja kunci tambahan untuk mendapat status
sekolah/madrasah bertaraf internasional, sisi lain masih banyak kondisi lembaga
pendidikan yang berjuang agar gedung-gedung tempat mencari ilmu tetap berdiri
kokoh, menutup lobang/genting yang bocor, mencari donatur penyokong dana untuk
menggaji guru, dan persoalan-persoalan klasik lainnya. Ironis bila kondisi
pendidikan disuguhkan secara paradok, di saat sekolah/madrasah mencoba bersaing
dengan lembaga pendidikan di luar negeri, ternyata tidak sedikit
sekolah/madrasah di dalam negeri dalam kondisi memprihatinkan.
Beberapa
bulan terakhir ini, proyek S/MBI menjadi pusat perhatian kalangan pemerhati dan
praktisi pendidikan di tanah air. Tidak terkecuali manta Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan era Soeharto (Daud Yusuf) melakukan uji materi regulasi tentang
pelaksanaan S/MBI. Salah sorotan yang menjadi poin keberatan beliau adalah
S/MBI bermetamorfosis sebagai lembaga pengeruk keuntungan belaka, dan memicu
serta mempertegas strata sosial. Padahal prestasi yang diberikan oleh S/MBI
belum membanggakan bangsa dan Negara.
PENUTUP
Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional merupakan bentuk usaha pemerintah untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas/mutu pendidikan di Indonesia. Namun, dalam praktik
pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan, apalagi S/MBI dikonotasikan
setara dengan lembaga-lembaga pendidikan bermutu di Negara-negara OECD (Organization
for Economic and Co-operation and Development). Apapun yang terjadi,
program S/MBI tetap perlu dijaga dan ditingkatkan kualitas/mutu di segala aspek
yang melingkupinya.
Pengembangan
S/MBI dapat dilakukan dengan menerapkan empat model, yakni: a) terpadu, satu
atap-satu sistem, b) terpisah, tidak satu atap-satu sistem, c) terpisah, tidak
satua atap-beda sistem, dan d) entry-exit. Pelaksanaan S/MBI didasari
oleh landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri,
Mohammad, Potret Madrasah Bertaraf Internasional Di Pekalongan, diakses
dari http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=136503744536
pada tanggal 10-4-2012
Indikator
Mutu SBI, diakses dari http://www.vilila.com/2010/04/indikator-mutu-sekolah-berstandar.html
pada tanggal 12-4-2012
Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (Sebuah
Analisis Kritis), diakses dari images.derizzain.multiply.multiplycontent.com,
pada tanggal 10-4-2012
Model
Pengembangan Kompetensi Bagi Sekolah Bertaraf Internasional, diakses dari http://www.iyoiye.com/forum/viewtopic.php?f=13&t=1235
pada tanggal 10-4-2012
Penyelenggaraan
RSBI, diakses dari http://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/26/penyelenggaraan-rsbi/
pada tanggal 10-4-2012
Sa’ud, S.Udin dan Hartini, Nani, Analisis
Kebutuhan Akreditasi Untuk SBI Studi Kasus
Di SMA RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) Se Provinsi Jawa Barat, diakses dari www.scribd.com/doc/53241672/Artikel-Stranas-2009
pada
10-4-2012
Triwiyanto, Teguh & Sobri, Yusuf Ahmad, (2010). Panduan
Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
[1] Mengutip laporan UNDP, pada 1999
tingkat HDI Indonesia berada pada posisi 105, pada 2000 menurun ke peringkat
109, pada 2002 turun lagi ke peringkat 110, pada 2003 menjadi posisi 112. Pada
2006 posisi Indonesia di 109 dari 172 negara, dan tahun 2008 menempati posisi
111 dari 182 negara. Salah satu faktor penting yang diukur dalam HDI adalah APM
(Angka Partisipasi Murni) dan APK (Angka Partisipasi Kasar). Triwiyanto &
Sobri, “Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional”, hal. 42
[2] Kebijakan
Sekolah Bertaraf Internasional (Sebuah Analisis Kritis), (images.derizzain.multiply.multiplycontent.com)
[3] Triwiyanto & Sobri, “Panduan
Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional”, hal. 23-24
[4] “Sister School ala
Indonesia” diakses dari http://www.vilila.com/2010/08/sister-school-ala-indonesia.html
[5]Penyelenggaraan
RSBI ( http://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/26/penyelenggaraan-rsbi/)
[6]
Negara anggota OECD
tersebut adalah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark,
Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Italy, Japan, Korea,
Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak
Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan
negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore
dan Hong Kong. (http://www.vilila.com/2010/04/indikator-mutu-sekolah-berstandar.html)
[7] Udin S. Sa’ud dan Nani Hartini, “Analisis
Kebutuhan Akreditasi Untuk SBI Studi Kasus
Di SMA RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) Se Provinsi Jawa Barat”,
diakses dari www.scribd.com/doc/53241672/Artikel-Stranas-2009
[8]
Indikator Mutu SBI (http://www.vilila.com/2010/04/indikator-mutu-sekolah-berstandar.html)
Posting Komentar